Fauzan Hangriawan memang pemuda yang berani coba- coba. Sejak kecil dia telah diajarkan untuk selalu berusaha sendiri. Pria kelahiran Pontianak 27 tahun silam ini memang menjadi sosok yang doyan berbisnis. Sejak remaja, tepatnya di bangku SMP di Lampung, ia kerap membantu orang tuanya berjualan kelapa dan beras. Di SMA, dia telah memberanikan membuka usaha sendiri dari menjual sepatu, kuliner, hingga usaha percetakan, dilakoninya.
Meski tidak bertahan lama, Fauzan tetap tak kapok menggeluti bisnis baru setiap ada kesempatan. Bisa dibilang berbisnis menjadi passion nya kini hingga sukses berbisnis ikan lele. Bisnis ikan lele Sangkuriang dibawah bendera Sylva Farm Bangun Bangsa yang bisa dibilang bermodal minim. Dari modal Rp.1,5 juta, ia membeli bibit lele sendiri, membeli 1.000 bibit lele, pakan lele, dan terpal untuk pembuatan satu kolam di belakang rumah.
Bisnis yang digeluti sejak 2009 ini tidak lah berjalan sebaik seperti yang dipikirkan. Pria yang ternyata lulusan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Jakarta, ini tetap menggeluti bisnisnya meski leleny lebih banyak yang mati. "Pengetahuannya saya tentang budidaya lele sangat terbatas waktu itu. Tapi, saya bertekad mencobanya," ceritanya. Ketika itu, hanya 40 persen bibit lele yang mampu bertahan di awal percobaan. Meski begitu, selang tiga bulan, Fauzan berhasil menikmati hasil panen seberat 40 kg lele.
Kali ini sukses pembibitan lebih baik sehingga menghasilkan untung. Melihat hasil yang cukup menggiurkan inilah, Fauzan memutuskan terus menggeluti budidaya lele.
Suatu saat dia menemukan berita tentang lele Sangkuriang. Menurutnya, kala itu, varietas lele Sangkuriang merupakan varietas terbaik. Bahkan, hasil riset pemerintah yang ia pernah baca telah menyebutkan, masa panen jenis lele ini lebih cepat, yakni hanya dua bulan saja. Daya tahan terhadap berbagai penyakit dan perubahan suhu pun lebih baik dibandingkan jenis lain, seperti lele dumbo.
Sukses dari hobi
Ternyata kisah sukses berternak ikan lele itu karena memang sudah jadi hobi. Bagi Fauzan beternak ikan air tawar bukanlah yang pertama, meski pertama untuk ikan lele. Dia sudah senang membudidaya ikan- ikan air tawar hingga melihat propsek dari ikan lele. Meskipun telah banyak yang terjun di bisnis budidaya ikan lele, permintaan itu terus tumbuh. Jadilah Fauzan semakin gemas untuk memulai bisnis ini sendiri.
Tak puas akan hasil yang lebih banyak gagal membuatnya menyempatkan diri berguru kepada orang lain. Tepat di November 2009, ia bertemu Nasrudin, seorang pembudidaya lele Sangkuriang di Bogor. Nah, dari dia lah, Fauzan mencetak untung lebih besar dengan leleng Sangkuriang. Agar lebih mahir memelihara jenis lele ini, dia belajar langsung dari pusat lele Sangkuriang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi.
Ia mendapatkan banyak hal dari sini. Yang tadinya hanya sekedar hobi, kini sudut pendangnya jadi lebih luas. Kini ia memandang apa yang dikerjakan bukan sekedar hobi tapi bisnis. Fauzan belajar memperhatikan betul berbagai hal seperti siklus panen lele Sangkuriang. Ia menjelaskan masa panen Sangkuriang lebih cepat dua bulan dibading lele biasa yang tiga bulan. Untuk meningkatkan kepercayaan dibangunlah Sylva Farm Bangun Bangsa yang mempekerjakan masyarakat sekitar lingkungannya.
Dia tak pelit berbagi ilmu mengenai cara budidaya lele kepada setiap pembeli. "Saya berpikir, setiap orang yang beli benih lele dari saya, harus bisa membudidayakannya sampai panen," ujarnya. Seiring berjalannya waktu, cara pemasaran juga dibuat lebih rapih. Fauzan menjual benih lewat internet dan pameran-pameran wirausaha. Dia pun mengaku, tampil di media massa menjadi salah satu cara pemasaran yang ampuh untuk menggenjot penjualan.
Hambatan bisnis
Kendala terbesar dalam usaha budidaya lele ialah membangun kolam. Fauzan pernah mengalami kekurangan lahan untuk kolam. Maklum saja, tanah kosong di Jakarta memang sulit ditemukan. Maka untuk mengakali hal itu diboyongnya bisnis ke Bogor. Meski cukup jauh dari kediamana, di tempat tersebut masih lebih luas kesempatan untuk berkembang. Kesulitan lainnya yang kerap dialami adalah kondisi cuaca.
Pria 26 tahun ini bilang, perubahan suhu atau cuaca yang kerap tak menentu sehingga merepotkan. Misalnya, saat musim hujan, air hujan membawa kandungan asam. Ketika air hujan dengan derajat keasaman cukup tinggi itu jatuh ke kolam lele, tingkat keasaman alias pH air pun akan berubah. "Standar keasaman pH air untuk kolam lele itu harus 6 - 8, tapi saat hujan turun, pH-nya bisa turun ke level 5. Ini bisa mengakibatkan kematian pada lele," bebernya.
Kendala lainnya, yaitu karakter pembudidaya. Menurut Fauzan, tidak semua petani punya perhatian khusus pada lele yang dipeliharanya. Perlu diketahui ia tidak lah bekerja sendiri. Dia mengajak kerja sama 30 orang pembudidaya dari Jakarta dan Bogor. "Tentu menjadi masalah jika harus menjaga kualitas kesemuanya dimana setiap pembudidaya punya karakter berbeda. Ini tantangan bagi saya, mengubah petani menjadi pebudidaya yang memiliki rasa kasih sayang terhadap lele sebagai makhluk hidup," ucapnya.
Kini, dalam sebulan, Sylva Farm bisa memproduksi 600.000 ekor bibit lele. Harga bibit ditentukan berdasar ukuran. Misal, bibit berukuran 5-6 centimeter (cm) dibanderol Rp 160 per bibit. Sementara, bibit ukuran 7-8 cm dijual Rp 200 per bibit. Tak hanya itu, saban hari, Fauzan juga memproduksi 3- 4 kuintal lele berukuran siap konsumsi seharga Rp 17.000 per kilogram. Jadi, saban bulan, dia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 200 juta.
Pelanggannya tak hanya tersebar di wilayah Indonesia, tapi juga dari Bangladesh dan Malaysia. Di tahun 2009 saja, Fauzan telah menghasilkan omzet ratusan juta rupiah dari budidaya lele. Bisnis lelenya terbilang lancar karena kebutuhan pasar yang tinggi. Lewat pola kemitraan, ia mencoba membantu secara aspek sosial dan berhasil. Dibawah binaan Fauzan, para pembudidaya lele jadi lebih bersemangat serta lebih mudah menjual panennya.
Ia yang melek teknologi lebih memahami cara terbaik untuk memasarkan lele hasil produksi mitra. Fauzan menjelaskan, sebelum menjadi pembudidaya lele, mitra binaan adalah mereka para petani palawija. "Saya senang bisa berbagi pada mereka," tuturnya. Hingga saat ini, Fauzan rajin melakukan pendampingan usaha kepada para petani binaannya itu. Belakangan ini, ia menyosialisasikan penggunaan teknologi bioflok yang selama ini lebih populer untuk budidaya udang.
Bicara tentang ekspansi ia telah memikirkan banyak hal termasuk mencoba meningkatkan hasi produksi lelenya. Ke depan, ia telah merencanakan produksi lelenya, termasuk milik mitra binaan bisa mencapai lima hingga 10 ton per hari. Bila produksi lele sudah berhasil digenjot dalam jumlah itu, Fauzan berniat ekspansi olahan produk lele. Salah satu komoditas olahan lele yang kini diliriknya adalah sarden lele.
Ia tertarik lantaran produk olahan lele belum pernah ada di pasaran Indonesia. Sementara permintaan dari luar negeri justru cukup tinggi, tinggal menunggu realisasi saja. "Kami sudah punya peminat di Taiwan," ucapnya. Rencana ini akan dimatangkan hingga terealisasi dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Untuk mendukung rencana ekspansinya itu, Fauzan pun gencar menggandeng petani sebagai mitra binaan. "Saya mau fokuskan produksi di Bogor, sementara Jakarta pemasaran," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar